Kembali
Jadilah Pahlawan Kebaikan, Bantu Mereka yang Membutuhkan

Jadilah Pahlawan Kebaikan, Bantu Mereka yang Membutuhkan

Sekolah Sari Hati Tampung Anak Berkebutuhan Khusus Terlantar dan Dikucilkan

Di Bali, isu anak berkebutuhan khusus masih sering dianggap tabu. Banyak dari mereka yang ditolak, dikucilkan, dan bahkkan terlantar di jalan. Melihat kenyataan yang memilukan ini, pendiri Sekolah Sari Hati merasa terpanggil untuk memberikan tempat layak bagi mereka.

Sekolah ini didirikan 21 tahun lalu dengan tujuan memberikan perlindungan, pendidikan, dan cinta kasih kepada anak-anak yang membutuhkan.

“Setiap anak berhak untuk dicintai dan dihargai apa adanya. Kami percaya bahwa setiap anak memiliki potensi yang luar biasa, dan tugas kami adalah membantu mereka menemukannya. Dengan dedikasi yang luar biasa, Sekolah Sari Hati telah menjadi rumah kedua bagi banyak anak, memberikan mereka harapan dan kesempatan untuk berkembang. Anak -anak ini adalah masa depan kita,” tutur Ayu selaku guru di Sekolah Sari Hati

Awalnya panti ini menerima anak-anak yang langsung diserahkan oleh orang-orang yang peduli. Banyak dari mereka ditemukan di pasar atau jalanan, sering kali dianggap “orang gila”.

Foto:berbuatbaik

“Perubahan besar yang kami rasakan dalam 21 tahun ini luar biasa. Dahulu anak-anak ini tidak bisa makan sendiri, mereka diberi makan dengan piring di atas meja, tetapi makanan sering kali dibuang ke lantai dan mereka menjilatnya karena itu yang mereka lihat di lingkungan mereka. Sekarang, anak-anak ini sudah bisa merapikan baju sendiri, mereka belajar cara berinteraksi dengan orang baru, yang sebelumnya membuat mereka ketakutan” sambung Ayu.

Sekolah Sari Hati mengajak masyarakat untuk melihat langsung kemampuan anak-anak ini ketika diberikan pendidikan. Bahkan mereka kini dapat membuat lukisan dan menjalankan Warung Sari Hati.

Ibu Ayu juga menuturkan. Salah satu kisah menyentuh adalah dalam perubahan perilaku anak-anak berkebutuhan khusus yang dulunya mengalami kekerasan. Anak-anak yang awalnya sulit berinteraksi kini bisa bertegur sapa dan merasa nyaman di Sekolah. Banyak anak-anak di Sekolah Sari Hati yang tidak bisa berkomunikasi secara verbal, namun perubahan perilaku mereka menunjukan apresiasi terhadap tempat ini.

Foto:berbuatbaik

“Di Sekolah Sari Hati, kami melihat keajaiban setiap hari. Anak-anak yang dulunya tertutup dan penuh ketakutan, sekarang bisa tersenyum dan menyapa. Hal ini adalah bukti bahwa kasih sayang dan pendidikan yang tepat bisa mengubah segalanya. Di sini, mereka mungkin tidak berbicara dengan kata-kata, tapi perilaku mereka mengatakan segalanya. Melihat mereka merasa aman, nyaman, dan mampu melakukan hal-hal sederhana seperti makan sendiri, adalah hadiah terbesar bagi kami,” sambungnya.

Kendati demikian, mereka berharap sekolah ini tidak lagi bergantung pada sewa. Keinginan besar mereka adalah dapat membeli lahan sendiri agar anak-anak memiliki rumah yang aman dan nyaman.

Foto:berbuatbaik

Dari Sekolah Sari Hati kita bisa menyaksikan keajaiban setiap hari. Anak-anak yang berkebutuhan khusus yang dulunya mengalami kekerasan kini bisa hidup layak.

#SahabatBaik kamu bisa terus membuat mereka tersenyum dengan Donasi di berbuatbaik.id. Kabar baiknya, donasi yang kamu berikan 100% tersalurkan tanpa potongan biaya apapun.

Tragisnya Kehidupan Penderita Kusta di Sumba, Tak Bisa Bekerja hingga Dikucilkan

Pulau Sumba adalah sebuah wilayah indah di Timur Indonesia namun masih menjadi rumah bagi banyak penderita kusta. Mereka tidak hanya berjuang melawan penyakit tetapi juga melawan stigma sosial dan keterbatasan ekonomi yang menghalangi mereka mendapatkan perawatan layak.

Yayasan Santu Damian Cancar yang berpusat di Flores merespons kondisi kusta yang parah di Sumba dengan membuka cabang di sana sejak 2009. Yayasan ini telah berperan dalam menangani banyak penderita kusta dan juga eks kusta dengan pengawasan medis yang berkelanjutan hingga akhir hayat mereka. Namun banyak kasus yang ditangani terlambat menyebabkan kecacatan parah pada kaki, tangan, hidung, dan mata pasien.

Foto:berbuatbaik

"Mereka menghadapi kesulitan hidup karena gangguan saraf, kaki dan tangan yang buntung, penglihatan yang mulai kabur, dan hidung yang tidak normal seperti tenggelam. Di tengah masyarakat, mereka merasa minder dan orang-orang juga tidak nyaman berelasi dengan mereka. Jadi, kebanyakan dari mereka hanya tinggal di rumah, dan hanya anak-anak mereka yang membantu bekerja di lahan," ujar suster Monica, salah seorang tenaga medis yayasan.

Akses ke perawatan medis sangat terbatas karena para pasien tersebar di tiga kabupaten yakni Sumba Timur, Sumba Barat Daya, dan Sumba Barat yang jaraknya jauh dan medannya sulit dijangkau. Tempat tinggal mereka di pedesaan dengan akses jalan yang buruk semakin memperburuk kondisi mereka.

"Kami harus menempuh perjalanan jauh ke tiga kabupaten yang berjauhan, melewati lembah dan bukit dengan akses jalan yang sulit. Di Sumba Timur saja, butuh tiga hari untuk mencapai para pasien. Perjalanan ini melelahkan, tetapi kami tetap melakukannya demi mereka." kata suster Monica lagi.

Foto:berbuatbaik

Bahkan suster Monica mengungkapkan, "Saya melihat bagaimana mereka dijauhi secara sosial dan hidup dalam kekurangan ekonomi. Saya bertanya-tanya bagaimana saya bisa membantu saudara-saudara ini, bagaimana jika saya berada di pihak mereka."

Dengan semangat yang sama, para tenaga medis yang berlatar belakang pendidikan kesehatan terus berupaya memberikan yang terbaik bagi para penderita kusta, meskipun mereka dihadapkan pada berbagai kesulitan.

Kisah-kisah tragis seperti Benyamin (55), seorang sarjana guru agama, mencerminkan betapa sulitnya kehidupan para penderita kusta di Sumba. Setelah terkena penyakit ini, Benyamin mengalami luka dan buntung pada kaki dan tangannya karena tidak rutin minum obat. Selama bertahun-tahun, ia hidup sendirian di gubuknya, mencari nafkah dengan menjual bensin di luar rumah.

Foto:berbuatbaik

“Nah ada lagi Bapak Ruben yang tinggal sendirian, rumahnya hanya atap daun. Istrinya juga meninggal dan sakit tahun lalu. Dia punya 2 anak tapi karena sudah dewasa juga jadi hidup di luar untuk menyambung hidup.” cerita suster Monica.

Sedangkan Bapak Titus (63) yang tinggal di gubuk reyot dengan anak janda yang memerlukan perhatian khusus dan dua cucunya, juga harus menghadapi tantangan yang sama. Dengan kondisi fisik yang semakin melemah, Titus bertahan dengan bantuan tongkat, meskipun pendapatannya dari kios usahanya hanya mencapai 5 ribu rupiah per hari.

Meskipun demikian, harapan untuk memperbaiki kehidupan mereka tetap menjadi fokus utama bagi tenaga medis dan yayasan di Sumba. Perawatan bagi penderita kusta di sini difokuskan pada edukasi tentang pentingnya pengobatan dan kebersihan.
“Di sumba timur daerah gersang kurang air bersih, mandi di kali tidak pernah mandi, tidak bisa beli sabun, makan juga hanya dengan nasi kosong dengan garam kalau tidak hanya makan mie gizinya juga kurang,” ungkap Suster sedih.

Dia mengungkapkan banyak pasien yang tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau membutuhkan perawatan medis yang mendesak namun tidak memiliki akses yang memadai. Keterbatasan dana juga sering kali menjadi penghalang dalam menyediakan kebutuhan dasar seperti obat-obatan, makanan, dan perawatan luka.

Di samping itu, tantangan melawan stigma sosial terhadap penderita kusta masih sangat besar. Penyakit kusta sering dianggap sebagai penyakit kutukan dan menular sehingga penderita sering dijauhi oleh masyarakat. Oleh karena itu, dukungan dari masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk memastikan para penderita kusta di Sumba mendapatkan perawatan dan kehidupan yang layak.

Sahabat baik, mari kita bergandengan tangan untuk memberikan harapan bagi mereka yang membutuhkan. Kamu dapat berkontribusi melalui donasi untuk membantu yayasan dalam menyediakan perawatan, obat-obatan, dan dukungan bagi penderita kusta di Sumba. Bersama-sama, kita bisa membuat perbedaan yang nyata dalam hidup mereka. Donasi di berbuatbaik.id, 100% tersalurkan

Kisah Pasien ODGJ yang Berhasil Berjuang Menemukan Kembali Arah Hidupnya

Berbuatbaik.id akan mengenalkan Sahabat Baik kepada para pahlawan hebat yang berjuang untuk kesembuhan diri. Semuanya berawal dari Yayasan Al Fajar Berseri.

Yayasan Al Fajar Berseri menjadi rumah bagi mereka yang hilang arah akan hidupnya. Lebih dari 500 pasien ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) bernaung di yayasan ini. Berbagai penyebab membawa mereka bermuara mencari secercah harapan di panti ODGJ ini. Mereka dibuang oleh masyarakat hingga tak dianggap oleh sanak keluarga. Tak sedikit pasien yang dirawat memiliki kondisi jiwa yang menyedihkan. Sehingga beberapa dari mereka terpaksa dipisahkan dan dikurung dari dunia luar.

Foto:berbuatbaik.id

Yayasan ini berlokasi di Desa Sumberjaya, Tambun Selatan, Bekasi. Yayasan ini hadir atas gagasan Haji Marsan untuk menaungi orang-orang yang mengalami disabilitas mental. Berbeda dengan rumah sakit jiwa yang umumnya memberikan perawatan dengan pemberian obat-obatan, yayasan ini memberikan pengobatan kepada pasien melalui terapi dari sisi psikologi dan religi. Haji Marsan juga lebih condong memberikan obat-obatan herbal kepada para pasien.

“Kalau untuk pengobatan karena konsentrasinya Pak Haji dengan obat-obat herbal terus ramuan-ramuan juga pijat urut kalau obat medis yang sifatnya penenang kita nggak pakai. Terus untuk klien-klien yang udah terlanjur pakai kayak gimana kita konsultasi dengan keluarganya,” jelas Ahmad, salah satu pengurus di Yayasan Al Fajar Berseri.

Jumlah pasien yang banyak tentunya membuat para pengurus membutuhkan tenaga ekstra untuk menjaga. Beruntungnya selalu ada bantuan berupa katering makanan yang sedikit meringankan tugas mereka.

Foto:berbuatbaik.id

“Kalau untuk makan mereka kita Alhamdulillah juga dapat bantuan lagi ya katering ya dari yang ngasih selebihnya lagi kita komunikasikan lagi dengan yang mau, ini cukup untuk berapa orang, sisanya kita masak,” ungkap Pak Ahmad.

Upaya yang dikerahkan yayasan membuahkan hasi baikl bagi banyak pasien. Salah satunya Yana (33) yang kini dinyatakan sembuh dan sekarang bekerja menjadi pegawai di Yayasan Al Fajar Berseri.

Yana dibawa ke yayasan ini awal tahun 2023. Saat itu kondisi Yana belum terlalu stabil setelah dirawat di rumah sakit jiwa di kawasan Grogol. Keluarga yang membawanya hanya berkata bahwa Yana akan dimasukan ke dalam pesantren. Namun beberapa hari kemudian Yana menyadari bahwa tempat yang ditinggali saat itu adalah yayasan khusus ODGJ. Sebelumnya Yana pernah dirawat beberapa hari di rumah sakit jiwa karena aksi nekatnya untuk mengakhiri hidup. Yana mengakui ia mengonsumsi obat nyamuk lantaran stres dikekang oleh keluarganya.

“Karena ini keluarga. Aku kan anak terakhir ya, kayaknya ada kakak tuh aku nggak boleh kerja nggak boleh apa. Tapi aku kan kayak, aku nggak mau dibilang anak paling ini (manja) maunya. Masa aku nggak boleh keluar nggak boleh apa gitu jadinya aku gimana ya namanya juga pengen mandiri gitu nggak mau nyusahin keluarga gitu,” cerita Yana.

Yana pun mengakui kekangan dari keluarga membuat ia terpaksa kabur ke Singapura. Yana bekerja sebagai perawat di salah satu panti jompo yang ada di sana. Yana juga berbagi tentang dirinya yang sudah tak lagi berhubungan dengan keluarganya. Ia mengungkapkan rindunya pada sang Ibu yang sudah lama tak ia jumpai. Yana mengatakan saudara-saudaranya selalu sibuk sehingga mereka meninggalkan Yana disini tanpa pernah menanyakan kabar Yana lagi. Kini Yana merasa lebih baik. Dia tak mau terus terjebak di masa lalunya dan memilih untuk fokus pada hidupnya.

Foto: Salah satu pasien ODGJ di Yayasan Al Fajar Berseri

Tak hanya Yana, salah satu pasien yang berhasil sembuh juga sempat membagikan kisahnya. Namanya Setyo Indra. Indra masuk ke yayasan di tahun 2007 dan berhasil sembuh di tahun 2018. Dulu Indra dibawa oleh keluarganya ke yayasan karena ia memukuli dan berniat membunuh ibu kandungnya sendiri. Indra mengungkapkan motif ia melakukannya karena rasa iri terhadap saudara kandungnya yang lebih diprioritaskan daripada dirinya.

Kini Indra bekerja menjadi salah satu pengurus yayasan. Ia membantu memandikan para pasien dan memastikan mereka makan dengan baik. Indra juga bekerja menjadi relawan kru ambulans di Rumah Sakit Kartika Husada Tambun. Hubungan Indra dengan Ibunya pun sempat membaik sebelum sang Ibu meninggal dunia. Indra berkata bahwa saudara-saudaranya kini tak lagi mempedulikannya. Sama dengan Yana, Indra ingin fokus pada hidupnya. Dia juga tak melupakan pesan mendiang ibunya yang memintanya menghiraukan perkataan orang lain dan lebih fokus pada dirinya sendiri.

#sahabatbaik, berbuatbaik.id mengajak kamu untuk turut membantu perjuangan para pasien dengan menjadi pahlawan kebaikan. Kamu bisa mulai dengan Donasi ke berbuatbaik.id. Kabar baiknya, donasi kamu akan 100% tersalurkan. Ayo jadi pahlawan kebaikan dengan berbuat baik sekarang juga!

 

Donasi Sekarang