Kembali
Derita Anak Kelainan Kerangka Kepala Selalu Digendong Ibunya Berjualan Keripik

Derita Anak Kelainan Kerangka Kepala Selalu Digendong Ibunya Berjualan Keripik

Rainawati atau Ina adalah ibu tangguh asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang sendirian berjuang untuk menghidupi keluarganya. Ina punya 3 anak, salah satunya Nia Fitriyani yang menderita kelainan kerangka kepala dan kini harus hidup tanpa sosok ayah.

Saat menceritakan soal Nia, tangis Ina tumpah seolah segala beban kehidupan tercurah semua. Air mata Ina merupakan bukti betapa tabah dan tegar dirinya selama ini. Beban yang ditanggung Bu Ina bukan sekadar bekerja untuk menafkahi keluarganya tanpa pertolongan suami, namun selama 15 tahun lamanya ia harus menggendong putri sulungnya yang menderita kelainan kerangka kepala.

Foto:berbuatbaik.id

Nia, adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tidak seperti anak seusianya yang lain, Nia hidup dalam gendongan ibunya selama 15 tahun. Ina mengatakan Nia telah diagnosis kelainan kerangka kepala saat usianya masih 3 tahun. Kondisi fisik dengan kepala membesar membuat Nia hanya bisa berbaring dan harus terus bergantung pada Ibunya.

Ina tentu memiliki keinginan untuk menyembuhkan putrinya, namun bukan hanya terkendala biaya pengobatan, kondisi Nia yang lemah membuatnya terlalu berisiko apabila dioperasi. Ina hanya bisa menerima keadaan dan bersabar membesarkan putrinya dengan kondisi serba terbatas.

“Dokter bilang ini (Nia) tidak bisa dioperasi, bukannya mau dioperasi atau diobati, (saya) malah dikasih uang untuk pulang. Kata dokter paling dirawat saja anaknya seumur-umur seperti bayi,” ujar Bu Ina dengan tertawa menutupi kesedihan.

Foto:berbuatbaik.id

Di sebuah rumah barak kayu sederhana Ina dan keluarga kecilnya menghabiskan hari demi hari. Rumah ini tentu bukan miliknya, melainkan rumah sewaan dengan biaya sewa sekitar Rp 300 ribu setiap bulan dan belum termasuk biaya listrik.

Rumah 3 x 5 meter tersebut tidak memiliki WC untuk buang air, sehingga mereka harus keluar rumah dan memakai kloset bersama untuk buang air. Jika sedang hujan deras, rumah ini banjir hingga tingginya mencapai 30 sentimeter. Namun, Ina tidak punya pilihan lain selain memilih barak ini karena harga sewa yang terjangkau dan paling sesuai dengan penghasilannya.

Di sisi lain, Ina harus bergantung pada mata pencahariannya yang penjual keripik dan peyek. Ia bersama ketiga anak-anaknya harus menempuh perjalanan ke pasar sejauh kurang lebih 5 kilometer dari rumah. Untuk menempuh perjalanan tersebut mereka harus mengeluarkan biaya 30 ribu rupiah setiap satu kali perjalanan.

Dengan modal berjualan 100 ribu  Ina biasanya mendapat untung sebanyak 150 ribu rupiah jika dagangannya terjual semua di hari itu. Meskipun demikian, keripik dagangan Bu Ina tidak selalu terjual setiap hari, sehingga hasil yang didapat pun tidak selalu maksimal. Jangankan biaya berobat Nia, memikirkan biaya kebutuhan sehari-hari saja berat bagi Ina.

Foto:berbuatbaik.id

Saat berdagang, Ina tidak dapat meninggalkan Nia sendirian di rumah dan terpaksa membawa putrinya selama ia berdagang di pinggir jalan. Anak dan ibu ini pun sering mendapat tatapan kasihan dan juga jijik saat ada Nia tergeletak di samping Ina, berdampingan dengan keripik-keripik yang dia jajakan.

Segala pergerakan Nia memang terbatas bahkan dia membutuhkan perlakuan khusus dan hanya bisa makan makanan yang lembut. Karena khawatir Nia tersedak, tidak sembarang orang dapat menyuapi Nia makan. Meskipun Ina tinggal dengan saudara-saudaranya, Ina ragu untuk menitipkan Nia pada orang lain. Membawa putri tercintanya sambil bekerja adalah satu-satunya pilihan yang harus ia tempuh.

Foto:berbuatbaik.id

Segala kepahitan hidup, Ina rasakan sejak lama apalagi saat suaminya wafat 2 tahun yang lalu. Dengan penghasilan yang minim, Ina bahkan  tidak dapat mengunjungi makam suaminya dengan jarak berkilo-kilometer dari kampungnya.

“Dimakamkan di Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan.  Belum ada kesana lagi. Kalau dari sini ke Banjar 4 jam, dari Banjar ke sana 6 jam. Nah mangkanya jauh,” ucapnya menahan rindu pada suami.

Dengan ketidakhadiran sang suami, beban hidup ini tentu menjadi bertambah berat. Namun dia tahu, dia hanya mempunyai pilihan untuk terus berjuang demi anak-anaknya, terutama Nia.

“(Saya) sakit tapi kan tidak bisa mengeluh, tetapi jika sudah melihat senyuman anak, (saya) langsung sembuh. Harapannya cuma Nia nya kalau bisa ya dioperasi. Nianya panjang umur, sehat, kuat, mama kuat merawatnya ikhlas ridha karena Allah,” lanjut Ina mengusap air matanya.

Sahabat Baik, kesedihan Ina tentu menjadi kesedihan kita juga apalagi ditakdirkan dengan anak kelainan kerangka kepala dan harus berjuang sendirian untuk keluarga. Ketegaran ini tentu akan berkali lipat jika sahabat baik juga ikut membantunya.

Kamu bisa membantu meringankan beban Ina dengan Donasi di berbuatbaik.id sekarang juga. Bantuan kecilmu akan berpengaruh besar terhadap kehidupan Bu Ina dan anak-anaknya.

Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.

Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.

Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.

Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang juga!

 

 

 

Donasi Sekarang