Kembali
Kebaikan 1000 Bulan: Jemput Keberkahan, Raih Kemenangan

Kebaikan 1000 Bulan: Jemput Keberkahan, Raih Kemenangan

Kisah Anak Tukang Tahu, Merintih karena Luka Bakar Tersiram Minyak

Di balik dinding rumah sederhana dengan genteng yang rapuh di sudut kota Magelang, terdapat sebuah kisah yang penuh dengan derita dan perjuangan serta kasih sayang yang tak terbatas.
Di sinilah tempat tinggal Arifin bersama dengan Sarmi dan putri semata wayangnya, Aida.

Aida (6) mengalami penderitaan karena peristiwa tragis yang membuatnya terluka parah serta menyisakan bekas luka bakar yang menyakitkan di lengannya dan dadanya. Setiap hari, Aida harus merasakan rasa sakit yang menusuk setiap kali ia bergerak. Bahkan untuk beranjak dari tempat tidurnya saja, menjadi hal yang sulit baginya.

Foto:berbuatbaik

"Dulu dia bahagia, kayak anak-anak pada umumnya. Tapi setelah sakit, semuanya berubah. Dokter bilang dia gak normal lagi. Pas ibunya pergi, saya bertanya-tanya, 'Kenapa anak saya harus begini?' Tapi saya bersyukur, dia masih hidup." ujar Sarmi.

Luka fisik yang dialami Aida hanyalah sebagian kecil dari penderitaannya. Ia juga harus merasakan luka yang lebih dalam karena ditinggalkan oleh ibunya. Tidak jarang Sarmi yang merupakan ibu sambung mendengar gosip negatif dari tetangga-tetangganya. Mereka kadang menganggap Aida sebagai beban, bahkan ada yang menyebutnya sebagai orang gila. Namun, Sarmi tidak pernah gentar. Meskipun kupingnya merah karena mendengar celaan, ia terus tegar menjalankan tugasnya sebagai ibu bagi Aida.

“Ini kuanggap anak sendiri, biar tetangga ngomong apapun saya tetep anggep anak sendiri. Bertubi sengsara kayak apapun tetap kuanggap anak sendiri” sambung Sarmi.

Selama lebih dari belasan tahun, Arifin telah menjadi tulang punggung keluarganya sebagai seorang buruh pembuat tahu di Magelang. Bahkan di tengah liburnya, ia tidak pernah kenal lelah. Dari pagi hingga larut malam, dia rela bergelut membantu tetangga membuat tahu, semata-mata untuk mengais rezeki tambahan.

Foto:berbuatbaik

"Sering deh kalau lagi kehabisan uang, ya udah dibikinin pampers dari kain aja. Nungguin bapaknya pulang 2-3 hari baru diganti. Terus, untuk makanan, ya masak tim sendiri gitu. Kalau ada uang baru beli bubur. Ya saya yakin, iman harus kuat, meskipun dihadapkan sama ujian seberat apa pun, di mana pun kita harus tetap ikhlas. Yang penting, kan, anaknya makan, kita nggak masalah." ungkap Sarmi.

Juang Rohmat Mengubah Masa Depan Lewat Pendidikan Anak

Di tempat lain, sebuah gubuk sederhana yang menjadi rumah bagi Rohmat dan keluarga. Terletak di Pedukuhan Pleret Panjatan, Kulon Progo, gubuk itu menjadi saksi bisu dari perjuangan sehari-hari keluarga ini. Terbuat dari bahan sederhana seperti GRC (Glassfiber Reinforced Concrete), atap genteng gubuk itu mudah bocor saat hujan, sementara suhu di dalamnya menjadi sangat panas. Ancaman binatang buas seperti ular kobra juga sering mengintai, membuat mereka harus selalu waspada setiap saat.

Foto:berbuatbaik

Upah Rohmat sebagai buruh tani yang tidak menentu, terkadang hanya puluhan ribu rupiah, menjadi pilar dalam menyokong kebutuhan sehari-hari keluarganya.

“Jadi butuh tani sehari dibayar gak tentu kadang 70,80 perhari dari jam 7-4 sore. Ya cukup gak cukup dicukupin.” kata Bu Asih kepada tim berbuatbaik.id.

Kadang-kadang, Asih turun bekerja sebagai buruh pemetik cabe di ladang milik orang lain. Meskipun upah yang didapatkan tidak seberapa, ia melakukannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, dengan satu tujuan utama, meringankan beban suaminya.

Mereka saling melengkapi satu sama lain.Meskipun hidup dalam keterbatasan, Rohmat dan Asih tidak pernah lupa untuk mengutamakan pendidikan anak-anak mereka. Hampir seluruh penghasilan mereka dialokasikan untuk pendidikan, namun terkadang itu pun tidak cukup.

Foto:berbuatbaik

"Paling berat buat kami, masalah ekonomi waktu semua anak masih sekolah, dari SD sampai SMA. Kadang-kadang bikin sampai nangis, gimana caranya bisa ngasih pendidikan yang layak buat anak-anak. Dan yang paling bikin sedih, kadang-kadang rejeki lagi gak ada, tiba-tiba anak minta bayar ini itu, mau ujian pula. Apalagi pas dua anak sampai SMA, biayanya jadi dua kali lipat. Kadang-kadang, mikirnya, kenapa sih ujian hidup begini terus." jelas Asih menangis.

Mereka tak pernah menyerah. Tak pernah sekalipun roboh di hadapan badai kehidupan yang datang bertubi-tubi. Dengan langkah teguh dan hati yang penuh harapan, mereka terus berjuang.

Mari bersama-sama memberikan bantuan kepada mereka yang sedang berjuang melawan badai kehidupan. Kisah perjuangan dan keteguhan hati yang ditunjukkan oleh keluarga-keluarga ini telah menginspirasi kita semua.

Sahabat baik, mari bergandengan tangan membantu mereka dengan sebagian harta yang kita miliki. Setiap bantuan yang diberikan akan menjadi sinar harapan bagi mereka. Melalui berbuatbaik.id, kita dapat meringankan beban mereka dan memberikan mereka kesempatan untuk memiliki masa depan yang lebih baik. Donasi di berbuatbaik.id, 100% tersalurkan.

Kisah Sedih Bayi Korban Kehamilan yang Tak Diinginkan, Nyaris Dibuang dan Hilang Nyawa

Pergaulan bebas yang semakin marak membuat kehamilan yang tak diinginkan turut meningkat. Ditambah lagi kasus aborsi dan pembuangan bayi dinilai pasangan tak sah ini sebagai jalan keluar tercepat.

Tentu saja, banyak bayi-bayi yang tak berdosa menjadi korban kezaliman tersebut. Panti Bayi Yafim yang terletak di Panyileukan, Bandung menjadi tempat bayi-bayi malang ini mendapat kehidupan.

Foto:berbuatbaik

Panti yang sudah berdiri setahun saat ini menampung 14 bayi dari kehamilan yang tak diinginkan.

"70% karena salah pergaulan 30% faktor ekonomi, faktor KDRT perceraian dan orangtua sakit. Daripada mereka dibuang atau dibunuh lebih baik kita selamatkan. Di rumah anak Yafim ada 14 bayi di Bandung, di Rancaekek ada 5 bayi trus yang di Semarang ada 16 bayi," jelas pemilik panti, Arif Muhrojin.

Banyak kisah menyayat hati dari bayi-bayi menggemaskan tersebut. Misalnya bayi bernama Albi (1) yang bapaknya mengalami kecelakaan hingga menjadi buta. Sementara ibunya sakit jantung dan kusta hingga tak ada sanak keluarga pun yang bersedia dititipi karena faktor ekonomi. Dengan berat hati, Albi pun dititipkan ke panti ini.

Foto:berbuatbaik

"Ada bayi Abizar usia 7 bulan, anak percobaan aborsi lalu lahir dikira meninggal mau dibuang ternyata masih hidup, mau dibunuh ditutup hidung tapi gak tega, lalu diserahkan pada kami prematur 1,2 kg kita selamatkan. Dikira sudah meninggal karena sudah biru, pas diperiksa di RS masih hidup di ICU 2 minggu. Saat itu kita masih merintis kita belum punya kas besar, kita minta bantuan dinsos ga bisa, akhirnya kita pake uang pribadi," jelas Arif lagi.

Selain Albi dan Abizar ada juga bayi yang diantar warga tanpa nama dan tanggal lahir. Bahkan ari-arinya masih menempel.

"Kita tanggal lahirnya nembak aja lalu kita kasih nama Azka Novandra. Dia itu 1-2 hari badannya kuning kita ke IGD di rawat ternyata prematur," cerita Arif.

"Ada bayi Eliya dari Semarang lahiran sendiri di kamar mandi tanpa dibantu bidan, mau potong ari-ari dia harus lihat Youtube dulu, ibu Eliya ini masih kuliah, umurnya sekarang 10 bulan," tambah istri Arif, Bella.

Foto:berbuatbaik

Lelaki yang sudah banyak aktif di kegiatan sosial mengatakan bukan hanya bayi tak diinginkan yang datang ke sini, melainkan juga ibu hamil. Mereka sebagian besar adalah mahasiswa atau anak dibawah umur.

"Ada ibu hamil di luar nikah ketakutan sembunyi dikucilkan masyarakat, diusir warga. Mereka takut, kita tolong, kita selamatkan 2 nyawa. Jadi kadang ada bumil tidur di sini minta tolong karena malu sembunyi dari keluarga. Pernah ada 10 bumil di sini mereka lahiran dan meninggalkan anak di sini," tutur Arif.

Kendati demikian, Arif tidak membiarkan para orangtua meninggalkan anaknya begitu saja di panti untuk seterusnya. Panti Yafim ini mempunyai kebijakan mengembalikan bayi-bayi tersebut kepada orangtuanya dalam jangka waktu 3-5 tahun setelah orangtua dirasa siap.

"Rasa bahagia kita itu tidak ternilai saat anak diambil kembali, cita-cita saya panti bayi ini tutup supaya gak ada bayi lagi yang ditelantarkan,' sambungnya.

Kendati demikian, Arif dan istri harus memutar otak agar kebutuhan bayi-bayi di sini tercukup apalagi jika ada yang sakit. Selain mengandalkan usaha kecil-kecilan, seperti pertamini, jual beli gas, Arif juga tetap mengharapkan banyak donatur turut membantu.

Foto:berbuatbaik

"Kendala biaya karena kita memperkerjakan pengasuh ada 9 pengasuh untuk 14 bayi dibagi 2 shift. Ketika sakit, bayi gampang tertular. Rumahnya kita sewa, masih ngontrak per tahun bulan September kontrakan habis per tahun 30 juta," sebut dia.

#sahabatbaik, tak tega rasanya melihat senyuman para bayi ini hilang karena tak ada susu ataupun ketika sakit menderanya. Bantu bayi-bayi mungil ini kembali ke pangkuan orangtua dengan tetap sehat dan siap menjemput masa depan.

Kamu bisa menggenggam tangan kecil mereka dan beri harapan. Caranya mulai Donasi di berbuatbaik.id sekarang juga. Ramadan yang suci ini akan menjadi berkah apalagi seluruh donasi 100% tersalurkan.

Baitul Jannah: Surga Berdinding Papan untuk Anak Yatim hingga Broken Home

Lantunan azan menggema di sebuah pesantren Baitul Jannah pelosok Bandung. Kaki kaki kecil berlarian masuk ke dalam masjid. Pakaian mereka tampak lusuh namun tetap cukup bersih untuk bersiap salat.

Di antara mereka berumur 5 hingga 18 tahun yang kesemuanya berlomba khusyuk dalam doa. Selepas salat kegiatan mengaji menunggu anak-anak ini. Di tengah dinginnya Desa Pagerwangi, Lembang, ada kehangatan yang diciptakan dari keriangan mereka.

Husein, salah satu penghuni pesantren Baitul Jannah. Pengasuhnya, Yopi Firmansyah, mengatakan Husein adalah anak seorang TKI dan bapaknya adalah warga Arab Saudi.

Foto:berbuatbaik

"Pulang ke sini ibunya jadi TKW lagi. Gak ada yang ngurus lagi ya jadi di sini sama kakaknya," ungkap Yopi.

Husein (5) yang tampak berwajah arab dengan hidung mancung namun punya logat Sunda yang kental mengajak tim berbuatbaik.id melihat kamarnya di pesantren ini.

Ditunjukkannya tempat dia dan teman sebayanya tidur sehari-hari. Hanya ada selembar kasur tipis yang dia pakai untuk alas tidur. Kasur- kasur yang tak cukup layak ini pun dia letakkan di atas ubin yang pasti begitu dingin untuk badan sekecil Husein saat malam tiba.

Selain Husein, ada juga teman sebayanya, Abkar yang punya kisah tak kalah pilu. Yopi mengatakan Abkar merupakan anak asli Medan yang sengaja ke Bandung untuk mencari ayah Abkar.

"Ternyata gak ketemu suaminya. Akhirnya melahirkan di sini. Di rumah sakit itu gak ada yang bantu, yaudah dibantu di sini tiba-tiba ibunya nitipin ke sini. Pulang dulu ke Medan nyari kerja. Di medan ibunya meninggal. Yang dititipinnya itu juga gak mampu istilahnya jadi dititipkan di sini," cerita Yopi lagi.

Foto:berbuatbaik

Walau punya cerita pilu, Abkar terlihat begitu tenang dan ceria walaupun masih ada kekhawatiran saat bertemu orang baru. Tak ada mainan untuk anak usianya, Abkar dan Husein pun tak masalah walau hanya bermain di selokan depan pesantren.

"Di sini sih lebih ke spesialis anak-anak broken home dan yatim karena broken home itu banyak yang kena mentalnya daripada anak-oanak lainnya. Anak broken home itu ayahnya ada tapi gak menafkahi dan banyak yang hilang entah kemana," tutur Yopi.

Cerita Abkar dan Husein merupakan salah dua dari total 60 anak dan pengasuh yang bermukim di Pesantren Baitul Jannah. Mereka datang dari jauh untuk mencari surga untuk anak-anak mereka yang kurang beruntung.

Berdiri sejak 2019, Yopi mengatakan tak mempunyai donatur tetap untuk menghidupi dan menyekolahkan anak-anak ini. Dia percaya Allah mempunyai jalan kebaikan untuk mereka yang malang ini.

"Saya yakin orang yang punya niat jahat aja ada jalannya, masa kita niat baik ngurus anak orang gak ada jalannya? Jalannya bukan saya yang cari tapi Allah yang kasih. Saya selalu yakin mereka datang Allah yang kasih saya cuma merawat anak sebaik mungkin," sambung Yopi.

Foto:berbuatbaik


Dalam sebulan pesantren ini memelurkan biaya hingga Rp 50 juta. Biasanya biaya ini didapat dari donatur yang kebetulan lewat ataupun tambahan biaya dari Yopi yang berprofesi sebagai penjual herbal. Tak jarang juga jika kekurangan Yopi harus meminjam kepada dermawan agar kebutuhan anak-anak tetap terpenuhi.

"Di sini kita bareng-bareng. Beda dengan yayasan lain kan banyak sdm yang mumpuni, kita ga siap bayar. Kita ga bisa maju besar karena gali lubang tutup lubang karna gak punya donatur tetap, kita juga ga bisa nolak anak-anak yang dititipkan apalagi jauh," jelas Yopi.

Beruntung Yopi tak habis akal. Dia menerima apapun yang diberikan orang-orang untuk mendukung pesantrennya, termasuk bahan baku masjid Baitul Jannah yang berasal dari material bongkaran. Pihak desa pun memberikan pinjaman tanah untuk pesantren Yopi.

Kendati demikian, Yopi berharap ada jalan kebaikan lain untuk pesantren Baitul Jannah ini. Salah satunya melalui tangan-tangan sahabat baik.

Kamu bisa membantu Husein dan Abkar memberikan kehidupan yang lebih baik dengan mulai Donasi di berbuatbaik.id. Program Kebaikan 1000 Bulan pun menjadi hikmah Ramadan yang bisa kamu tempuh untuk memulai lembaran Ramadan suci yang sebentar lagi menjelang.

#sahabatbaik, donasi di berbuatbaik.id pun mempunyai keisimewaan karena donasi yang kamu salurkan 100% sampai ke penerima. Yuk panjangkan doa dan raih berkah Ramadan mulai hari ini, mulai sekarang juga!

Donasi Sekarang