"Pecel..pecel..." suara lirih Martini terdengar berkali-kali. Namun seberapa kali pun dia mengulangnya, tidak banyak orang yang terpanggil untuk membeli pecel dari perempuan 77 tahun ini.
Dalam perjalanannya menjajakan pecel seharga Rp 5.000 ini, Martini sesekali memegang kakinya. Dia meringis tampak kesakitan akibat terlalu sering berjalan di usia tua. Hari itu, Martini hanya mendapat Rp 30 ribu dari penjualan pecel seharian.
![]() |
Padahal dia harus menyisihkan uang lagi untuk membayar kontrakan seharga Rp 300 ribu per bulan. Kontrakan yang dia tempati hanya 3x3 meter dengan satu lampu penerangan dan peralatan dapur yang menumpuk. Pakaian pun dia gantung karena tak punya lemari.
Jika malam tiba, alas tidur berupa tikar yang amat tipis berikut bantal menjadi tempat istirahatnya. Tentu, ini jauh dari kata nyaman untuk ibu asal Wonogori, Jawa Tengah itu.
![]() |
Dalam remangnya malam di tengah ibu kota yang gemerlap, Martini menceritakan kisahnya yang kini hidup sebatang kara.
"Pindah ke Jakartua ikut suami. Suami Udah meninggal, sakit tapi meninggalnya di Jawa. Anak di Bekasi tapi anak itu udah ga ngakuin saya. Kita gak mikirin siapa-siapa, diriku sendiri, dagang, nyambung hidup dah biar kita bertahan hidup. Jualan pecel lontong gorengan," ungkapnya sedih.
Martini menatap lagi foto dia bersama anak semata wayangnya yang tak tahu kabarnya. Tersirat kerinduan mendalam akan kehadirian buah hatinya yang dia besarkan dengan bersusah payah.
![]() |
"Gimana sih sama anak, kangen beneran, kalau mikir mau di kamar saya diem sendiri. Abis gimana lagi kalo kita sakit mau ngandelin siapa. kita kalau mau berobat minta ke siapa, yang nganterin siapa," ucap Martini lagi pelan.
kendati demikian, meski bukan sang anak yang di sisi, Martini dikelilingi orang-orang baik yang siap membantu. Mereka adalah teman-teman lansia hingga para tetangganya,
"Anak kayak gitu juga, kayak orang lain. Orang lain kaya anak. Makanya kita itu suka ngenes, aku suka nutupin kesedihanku sendiri paling kita ambil air wudu, ya Allah kita lindungilah hambamu yang lemah ini dan pasrah sama Allah," lanjut dia pasrah.
![]() |
Meski menurut Martini, sang anak sudah begitu tega namun ada secercah harapan suatu hari anaknya pulang dan memeluknya. Sahabat baik, kita memang tidak bisa membantu anak Martini untuk pulang, namun setidaknya kita bisa meringankan hidupnya yang tingga seorang diri. Dengan begitu, Martini bisa lebih kuat dan merasa tidak sendiri. Ayo mulai Donasi sekarang di berbuatbaik.id
Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan. Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang juga!
Sahabat Baik masih ingatkah dengan Nenek Martini? Nenek yang hidup sendiri dan tak pernah bertemu lagi dengan anak maupun cucunya. Belakangan diketahui, Nenek Martini alami sakit dan dia pun sendirian merasakan demam, sesak napas hingga tangannya kebas di dalam rumah kontrakan sepetak.
Beruntung, selama merasakan sakit, banyak tetangga yang sigap menolong Nenek Martini. Tim berbuatbaik.id juga dikabari tetangga Martini soal keadaan nenek penjual pecel ini. Kemudian, tim langsung membawa Martini ke dokter untuk mendapatkan penanganan medis.
"Yang penting saya bisa berobat, sehat lagi tapi saya terus terang saja, saya gak punya biaya cuma orang pada nolong saya. Sebelumnya saya cuma diborehin di sini karena saya kok gak bisa tidur. Balik sana sini sakit sampai dikerokin gak kerasa. Saya lagi meriang begini tetangga pada bantu," cerita Nenek Martini kepada tim berbuatbaik.id saat menyambangi rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur.
![]() |
Nenek Martini pun terlihat lesu dan lemas sehingga harus dipapah berjalan. Tim berbuatbaik.id membawa Martini ke klinik terdekat dan mendampinginya berkonsultasi kepada dokter. Martini mengeluhkan meriang, demam, tangan mati rasa hingga sering terasa sesak. Martini juga merasa kehilangan nafsu makan.
Dokter lalu memeriksakan keadaan Nenek Martini, mulai tensi darah, suhu tubuh hingga pemeriksaan lain. Didapati bahwa Nenek Martini mengalami darah tinggi dan juga gangguan saraf sehingga menyebabkan dia sering merasa kebas. Untuk menyembuhkan Martini, dokter meresepkan berbagai macam obat dan juga vitamin. Sambil menangis, Martini memeluk tim berbuatbaik.id dan mengucapkan ribuan terima kasih kepada sahabat baik yang telah peduli padanya.
"Mudah-mudahan orang kasih ke saya, pada doain saya. Terima kasih kepada ibu-ibu semua yang ngasih saya perhatian, saya terima kasih," ucap dia meneteskan air mata.
![]() |
Selang beberapa hari, tim berbuatbaik.id mendapat kabar bahwa Nenek Martini telah sembuh dan bugar kembali selepas berobat. Sahabat Baik sungguh sangat berarti bantuan yang diberikan untuk Nenek penjual pecel ini.
Sebagai informasi, berbuatbaik.id telah menyalurkan donasi tahap pertama sebesar Rp 5 juta. Dengan rincian, belanja sembako: Rp 1.024.500, biaya klinik dan dokter: Rp 155.000, buah-buahan: Rp 142.000 dan bantuan tunai sebesar Rp 3.678.500. Donasi untuk nenek Martini tidak berhenti di sini, tetap salurkan kebaikan hatimu dengan turut Donasi di berbuatbaik.id sekarang juga.
Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.
Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang diikuti, berikut update terkininya.
Jika berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang!