Kembali
ketika-dunia-gibran-hanya-diam-tapi-cinta-ibu-tak-pernah-padam

Ketika Dunia Gibran Hanya Diam, Tapi Cinta Ibu Tak Pernah Padam

Di rumah sederhana di Desa Cugenang, Kabupaten Cianjur, seorang bocah bernama Gibran hanya bisa terbaring lemah di kasur tipis. Usianya baru 10 tahun, namun tubuh kecilnya sudah bertarung sejak bayi. Ia mengalami cerebral palsy, kelainan otak yang membuatnya tak bisa berjalan, berbicara, bahkan tidak mampu merespons suara orang-orang di sekitarnya termasuk suara lembut ibunya sendiri.

Sang ibulah yang setiap hari begitu sayang dan memenuhi semua kebutuhan Gibran. Makan harus disuapi dengan makanan lembut dan matanya yang terbuka tak benar-benar melihat dunia. Dokter mengatakan, otaknya tak mampu menerjemahkan apa yang dilihatnya. Dunia Gibran begitu sunyi. Di tengah kesunyian itu, cinta ibu tetap hidup dan memberi terang bagi Gibran.

Ibunya, Eneng Susanti (38), adalah sosok luar biasa yang kini menjadi segalanya bagi Gibran. Sejak anaknya divonis sakit di usia satu bulan, Eneng tahu jalan hidupnya tak akan mudah. Namun ia tak pernah menyerah. Setiap pagi, ia berjualan odeng dan bakso ikan keliling kampung. Siang hari, ia mengambil pekerjaan tambahan sebagai jasa titip sayur ke pasar. Semua dilakukan demi membeli susu, popok, dan obat untuk Gibran.

Semua itu dijalani sambil tetap membawa anaknya. Gibran tidak bisa ditinggal sendiri, jadi Eneng berjualan sambil menggendong atau menidurkan Gibran di gerobaknya. Meski lelah, Eneng tetap tersenyum. Ia tahu, tak ada yang lebih berharga daripada bisa terus merawat anaknya.

Kini kondisi Gibran makin berat. Ia tak bisa duduk tegak, kakinya mulai bengkok karena jarang digerakkan, dan hanya bisa menangis saat merasa tidak nyaman. Tanpa bantuan perawat khusus atau alat medis layak, Eneng merawatnya dengan penuh kasih dan kesabaran. Harapannya sederhana ingin Gibran mendapat terapi, agar setidaknya tubuh anaknya tidak semakin kaku dan ia bisa merasa sedikit lebih nyaman.

Melalui platform berbuatbaik.id, Eneng menemukan secercah harapan baru, untuk membantu membeli makanan khusus, susu, obat, dan kebutuhan medis harian Gibran. Hingga kini, sudah terkumpul Rp 7.078.231 bukti bahwa masih banyak hati yang peduli dan mau berbagi.

Kisah Gibran bukan hanya tentang sakit dan keterbatasan, tapi juga tentang cinta tanpa syarat, perjuangan seorang ibu, dan makna kemanusiaan. Tidak semua orang terlahir sempurna, tapi setiap orang berhak untuk hidup dengan layak.

Setiap rupiah yang kita donasikan mungkin terlihat kecil, namun bagi Gibran, itu bisa menjadi alasan untuk tetap bertahan satu hari lagi. Bagi Eneng, itu bisa berarti bisa membeli susu tanpa harus menahan lapar.

Kebaikan tidak selalu datang dari mereka yang berlebih, tapi dari hati yang peduli. Mari terus berbuat baik, sekecil apa pun itu. Bagi seseorang di luar sana, kebaikanmu bisa menjadi alasan untuk terus hidup seperti Gibran yang masih tersenyum dalam diamnya.